KisahKita#1 Mata Buta Sesaat, Aku Lari Melesat

Dik Tegar ngamuk, nggak terima matanya ditutup syal. Aku nggak bisa lihat apa-apa, katanya. Aku membiarkannya, sebab dia akan semakin menjadi ngamuknya jika dilawan. Anak-anak yang lain telah siap untuk memulai blind games. Kakak-kakak siap, mencegah adik-adik terpelosok di sungai, apalagi di rawa-rawa penuh lumpur itu.

Satu, Dua.... Mulai!
Satu melangkah takut-takut.
Dua Tiga ketubruk, bangkit lagi. Lalu nyungsep di antara teman-teman lain kelompok.
Kami tertawa terbahak-bahak, aku sampai terduduk-duduk memegangi perut.
Tiba-tiba aku menyadari satu kelompok yang dipimpin Bintang, anak berbaju merah. Ia melesat begitu saja, Ghulam dan Tata yang berbadan mungil terseok-seok mengimbangi langkah panjangnya. Ia tak peduli dengan teriakan dari pemandu kelompok lain. Ia tak peduli dengan teriakan kami, kakak-kakaknya. Terus melesat.
Aku terkesiap.
Nico, sang pemandu, terlihat menunjuk-nunjuk kelompoknya. Susah payah mengikuti langkah mereka.
“Eeeh, itu kelihatan atau bagaimana?” aku berteriak, berusaha mengejar.
Kak Rangga lari menyusul, memasang diri tepat di hadapan Bintang.
Bruk!
Bintang menubruk. Bergegas menyerong, dan melesat lagi.
“Nggak, nggak kelihatan.” kak Rangga melambaikan tangannya.



ini anak yang ngibrit, nggak takut nyungsp, ga takut kecemplung rawa

Aku terpana, menggaruk-garuk jilbab yang tak gatal. Tak berselang lama, kelompok Bintang bersorak, merayakan kemenangan mereka. Tiga kelompok lain masih berjuang dengan kebutaan sesaat.
Dua tiga kelompok berhasil sampai finish di bawah pohon besar. Kelompok terakhir sudah menyerah ketika masih setengah jalan, anggotanya memilih melepas syal. Aku melihat tatapan bengong mereka ketika melihat teman-temannya yang lain telah bersorak-sorak di bawah pohon.
“yang mandu malah bingung di belakang, susah payah ngikutin adik-adiknya.” Menggebu-gebu kak Rangga bercerita disela-sela istirahat.
Nggak takut nyungsep dia, matanya di kaki beneran apa, ya. Aku membatin sembari mengunyah mie goreng sisa dik Tegar.
Dia nggak takut nyungsep, karena yakin ada Allah yang memandunya.
Penggalan komentar kak Dyah yang kuingat lamat-lamat, sukses membuatku merenung.
Dek, dibalik riuh dunia kalian, kalian acapkali mencubitku. Bahkan dalam permainan yang terlihat sepele. Tak peduli seberapa kreatifnya kalian mencuri perhatian kami, setiap kalian selalu saja menginspirasi. Membuat kami menunduk dalam-dalam, menengok bagaimana keadaan hati kami.




Dia yang hanya tahu finishnya berada di bawah pohon besar.
Dia yang lari melesat, menunjukkan kepada kami kepercayaan dirinya meski matanya tertutup syal.
Mencubitku, tentang keyakinan bahwa ada Allah yang senantiasa memandu, meski jalan terlihat gelap dan teriakan membahana dimana-mana.
Cukup ikuti kata hati, lurus dan abaikan semua sorak-sorai.

Big thanks for You, always love you.
Mustika Ungu di (Bakal) Bilik Pingu, 
menoreh kenangan Taman Tauhid Adventure,30 Desember 2012.


03 Januari 2013

0 comments: